
BANDUNG, kanal31.com– Penyuplai tanah urugan asal Cimincrang Kecamatan Gedebage Kota Bandung, Nandar, menarik kembali tanah urugan di Kampus II UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Selasa (11/02/2025). Ia melakukan hal itu, karena supply tanah sebanyak 8.600 kubik itu belum dibayar.
“Nilai uang yang mesti saya terima sebesar Rp. 542 juta. Pekerjaan urugan kan sudah selesai, tapi kami belum dibayar oleh kontraktor PT Yanti Record atau subkontraktor PT Nazwa,” kata Nandar di lokasi urugan.
Nandar mengaku sudah mengeluarkan modal besar untuk membiayai tanah urugan, alat berat, dan armada angkut. Ia mengatakan bahwa pihaknya sudah terbiasa menjadi supplier tanah urugan atau bahan-bahan bangunan lainnya.
“Biasanya berjalan dengan lancar dan baik-baik saja. Baru kali ini ada masalah. Rupanya PT. Yanti Record dan PT. Nazwa ini tidak sehat,” ujar Nandar, seraya menegaskan bahwa mandegnya pembayaran ini tidak ada kaitannya dengan pihak UIN.
Nandar menjelaskan, lebih dari 8.600 kubik lahan sudah diisi oleh tanah urugan, dengan harga Rp. 62.500 per kubiknya, sehingga total biayanya sebesar Rp.542 juta. Pekerjaan tersebut dilakukan sejak bulan Oktober 2024. Nandar sudah mengeluarkan banyak biaya untuk menutupi kebutuhan urugan ini.
“Karena saya belum dibayar, maka akan mengambil kembali tanah urugan yang menjadi hak saya. Ini cuman mengambil kembali hak saya. Masalah kerugian, menyangkut alat berat itu urusan saya,” tegasnya.
Dari pantauan di lapangan, proses penggalian dalam rangka mengambil kembali tanah urugan dilakukan dengan menggunakan satu buah ekskavator dan armada angkut 3 unit truk.
PT. Yanti harus Selesaikan Kekisruhan Ini
Di tempat terpisah, Pajabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menangani pekerjaan urugan tanah Kampus II UIN Bandung, Budi Tresnayadi menyayangkan terjadinya masalah dengan supplier tanah urugan. Sementara, pihaknya hanya berurusan dengan kontraktor pemenang tender, yang diutus Kelompok Kerja Pemilihan (Pokmil) pusat, yakni PT. Yanti Record.
“Begitu pekerjaan (urugan) selesai di akhir Januari 2025, kami langsung melunasinya ke PT. Yanti Record, tepatnya pada 7 Februari 2025. Sebab, tidak ada alasan bagi kami menahan atau menangguhkan pembayaran, ketika proyek itu sudah dinyatakan selesai,” jelasnya.
Ia mengaku kaget ketika mendengar ada keluhan dari supplier tanah urugan yang belum dibayar. Sebagai bentuk tanggung jawab moral, ia sudah membantu agar tidak merugikan pihak supplier. Pada 5 Februari (sebelum pelunasan), Budi meminta PT. Yanti Record untuk menyelesaikan masalah yang terjadi lapangan.
Sebagai tanda keseriusan, lanjut Budi, PT Yanti Record diminta untuk membuat Surat Pernyataan siap menyelesaikan permasalahan terkait dengan keluhan Pak Nandar dan kawan-kawan. UIN sebenarnya tidak terlibat dalam masalah ini,” jelas Budi, yang juga dosen Hukum Pidana pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung ini.
Ditanya tentang prosedur kontrak? Budi menyatakan bahwa kontrak dengan PT. Yanti Record dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. “Ketika PT. Yanti Record dikirim oleh Pokmil Pusat ke UIN Bandung, untuk menggarap urugan di Kampus II UIN Bandung seluas 19.591m², kami laksanakan tugas PPK sebagaimana mestinya,” kata Budi.
Pakar hukum UIN Bandung, E. Hasbi Nazaruddin menjelaskan bahwa secara prosedur, dalam proses pengadakan barang dan jasa ada peraturan dan norma yang berlaku. Selama prosedurnya dijalankan secara baik dan benar, maka tidak akan ada persoalan bagi UIN Bandung secara kelembagaan, termasuk dalam hal kekisruhan yang terjadi sekarang ini.
“Menurut hemat saya, Pak Budi sebagai PPK telah menjalankan prosedurnya dengan benar. Secara konkret yang berkontrak dengan Pak Budi adalah PT. Yanti Record, bukan sdr Nandar,” ujar Hasbi, yang kini menjabat Ketua Jurusan Ilmu Hukum UIN Bandung.
Berkaitan dengan hasil kerja, lanjut Hasbi, kini masih dalam masa pemeliharaan, di bawah tanggung jawab PT. Yanti Record. “Maka, PT. Yanti mempunyai tanggung jawab penuh terhadap berbagai persoalan yang terjadi sekarang ini,” jelasnya.(nas)