BANDUNG, kanal31.com– Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakuktas Adab dan Humaniora (FAH), UIN Bandung, Agus Permana, M.Ag mengharapkan mahasiswanya memahami perubahan besar dalam kesejarahan di Era Digital sekarang ini. Bagi mahasiswa, digitalisasi sejarah dapat membuka peluang baru untuk menghidupkan kembali masa lalu, sekaligus bisa dijadikan referensi untuk kepentingan akademik(sarana belajar atau penelitian).
Agus menyampaikan hal itu dalam opening speech pada seminar Program Studi Sejarah Peradaban Islam –mewakili Dekan Dr. H. Dedi Supriadi, M.Hum– di Aula FAH, Rabu (22/10/2025). Seminar bertajuk “Historia 4.0: Digitalisasi Sumber Sejarah Peran Baru Sejarawan” ini, menghadirkan narasumber Dr. H. Ading Kusdiana, M.Ag (Sejarawan UIN Bandung) dan Dini Nurlaelasari, M.Hum (Peneliti Sejarah di Jawa Barat).
“Dengan digitalisasi sejarah ini, ribuan dokumen, manuskrip kuno, dan catatan sejarah, dapat diakses secara mudah dan cepat. Kemajuan teknologi ini tentu bisa mengubah cara belajar sejarah bagi mahasiswa SPI, dari dokumen kuno menjadi dokumen digital,” kata Agus.
Menurut Agus, mahasiswa juga bisa memanfaatkan media sosial: tiktok, youtube, dan lain-lain untuk menjadi sarana memperkenalkan kembali nilai-nilai sejarah. Sejarah tidak hanya dipelajari melalui buku teks, tetapi medsos juga bisa menjadi solusi untuk memperkenalkan sejarah, yang mudah diakses, menarik dan relevan dengan gara hidup masa sekarang.
Digitalisasi tidak hanya soal menyimpan arsip, tetapi juga bagaimana mahasiswa bisa menciptakan karya yang dapat menginspirasi masyarakat. Melalui pendekatan kreatif, generasi muda mampu melihat sejarah sebagai bagian penting dari identitas daerah sekaligus sumber inspirasi untuk pembangunan.

Di bagian lain, kedua narasumber sepakat bahwa teknologi digital ini menjadi sebuah peluang untuk berinovasi. Peneliti sejarah, sejarawan, para dosen, mahasiswa, dan peminat sejarah dituntut untuk melek dan mahir menggunakan sumber digital, baik untuk sarana belajar maupun untuk kepentingan penelitian sejarah.
Yang menjadi catatan kedua narasumber, walaupun digitalisasi sejarah banyak manfaatnya, namun tak urung menimbulkan tantangan tersendiri, misalnya bisa mengurangi keakuratan narasi sejarah. Maka, mahasiswa atau dosen perlu melakukan kritik eksternal dan internal untuk menguji dan memverifikasi keaslian sumber sejarah.(shandi rg/ed.nas)
