
BANDUNG kanal31.com — Konsorsium Wahyu Memandu Ilmu (WMI) kembali menggelar Forum Group Discussion (FGD) sebagai bagian dari rangkaian diskusi ilmiah dalam rangka memperkuat arah dan prinsip keilmuan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan (Rapim) lantai 2 Gedung Pascasarjana UIN Bandung.
Forum yang mengangkat tema Paradigma Rahmatan Lil Alamin ini menegaskan pentingnya pendekatan keilmuan yang transformatif, aplikatif, serta berakar pada nilai-nilai Islam. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dan dibuka secara resmi oleh Ketua Konsorsium WMI, Supiana, yang menyampaikan apresiasi kepada Pascasarjana UIN Bandung sebagai tuan rumah.
Wakil Direktur I Pascasarjana, Ajid Thohir, dalam sambutannya menekankan pentingnya kesinambungan diskusi akademik guna membentuk paradigma keilmuan yang responsif terhadap tantangan zaman. Diskusi dipandu oleh M. Taufiq Rahman, dan menghadirkan dua narasumber utama: Ija Suntana, dan Ajid Thohir.
Rektor UIN Bandung, Rosihon Anwar, dalam pengantar pemikiran strategisnya menegaskan bahwa konsep rahmatan lil alamin harus menjadi landasan dalam membangun ilmu yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat. “Paradigma WMI tetap relevan, tetapi harus menyentuh isu-isu konkret seperti tingkat perceraian, pengembangan spiritualitas, hingga penyerapan tenaga kerja,” ujar Rektor dalam keterangannya, Rabu (1/5/2025).
Ia menekankan bahwa konsep ini tidak boleh berhenti pada tataran wacana, melainkan harus diterjemahkan dalam indikator konkret. “Al-Qur’an adalah grand theory, tapi harus bisa hadir dalam realitas,” ujarnya, seraya mengingatkan perlunya efisiensi kegiatan akademik yang tidak melupakan esensi keilmuan.
Ija Suntana, menyoroti ketimpangan antara impact factor dan real impact dalam riset. Menurutnya, riset seharusnya menyentuh akar persoalan masyarakat, bukan sekadar memenuhi tuntutan sitasi akademik. “Ilmu dan agama berasal dari Tuhan, maka tidak semestinya dipisahkan,” tegasnya.
Senada, Ajid Thohir, menekankan pentingnya keberanian dalam menerjemahkan ajaran keagamaan ke dalam bahasa ilmu pengetahuan. “Mukjizat, karomah, Isra Mi’raj bisa dikaji secara rasional dan saintifik,” ungkapnya. Ia juga mengajak agar karya akademik seperti skripsi dan disertasi memiliki novelty yang aplikatif, serta mendorong suasana akademik yang humanis dan spiritual.
Beberapa tanggapan kritis turut memperkaya diskusi. Dody S. Truna, menilai bahwa kebijakan riset terlalu terpusat pada jurnal bereputasi, tanpa memperhatikan pembaca utama: masyarakat. Ia mendorong dosen lebih aktif dalam pengabdian masyarakat yang berdampak langsung.
Asep Saeful Muhtadi, menyoroti dimensi aksiologi dalam paradigma rahmatan lil alamin dan pentingnya riset yang dapat diimplementasikan. Idzam Fautanu, menekankan urgensi penguatan nilai kebangsaan dan Pancasila dalam penerapan paradigma ini. Dadang Darmawan, menambahkan, “Rahmatan lil alamin harus mengandung etika, tidak hanya manfaat.”
M. Yusuf Wibisono, menggarisbawahi pentingnya pendidikan moral dan pembentukan kebiasaan. “Pendidikan kita perlu mengintegrasikan nilai dan habitus,” katanya. Menanggapi itu, Dudi Imaduddin, menekankan bahwa manfaat ilmu terletak pada amal dan tanggung jawab moral yang konsisten.
Sementara itu, Nur Arifin, Kepala Biro A2KK, menyoroti pentingnya indikator keberhasilan paradigma rahmatan lil alamin yang konkret dan terukur. Ia juga menyarankan penyusunan roadmap implementasi agar lebih terarah.
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dedi Supriadi, menambahkan bahwa implementasi nilai rahmatan lil alamin dimulai dari penyediaan fasilitas kampus yang mendukung suasana kerja dan pembelajaran yang kondusif.
Wakil Rektor I, Dadan Rusmana, menekankan perlunya perhatian terhadap persoalan riil di masyarakat, termasuk regenerasi mahasiswa PTKIN yang berdaya saing. Ia menyebutkan bahwa banyak siswa MA justru memilih masuk ke Perguruan Tinggi Umum (PTU), yang menjadi tantangan tersendiri.
Diskusi ditutup oleh Rektor UIN Bandung, Rosihon Anwar, yang meminta agar naskah paradigma rahmatan lil alamin segera dirampungkan sebagai panduan akademik ke depan. “Seluruh proses di kampus harus merujuk pada naskah ini,” tegasnya.