BANDUNG Kanal31.com — Apakah orang-orang yang aktif berorganisasi Islam, merasa berjuang untuk Islam atau merasa sebagai pejuang Islam sudah benar dan berada di jalan yang lurus? Belum tentu. Banyak orang, terutama para aktifis organisasi Islam dan para pendakwah merasa sedang berdakwah, merasa sudah benar hidupnya, merasa berjuang untuk agama, padahal belum tentu, bahkan bisa sebaliknya, ia perusak agamanya sendiri. Bagaimana penjelasannya? Dalam kehidupan umat, ada lima tingkatan kualitas orang yang merasa berjuang untuk agamanya atau lima tingkatan penggunaan agama sebagai perjuangan. Dengan mengetahui ke lima tingkatan ini, orang bisa merenungkan dirinya dimana tingkatan mana ia berada, dan untuk berhati-hati agar ia tidak salah niat dan salah langkah tanpa sadar.
Pertama, Perusak Islam
Ini adalah kelompok orang yang merasa dirinya memperjuangkan Islam tapi apa yang dilakukannya sesungguhnya bertentangan dengan ajaran Islam sendiri. Merasa sebagai pejuang Islam tapi sebenarnya perusak Islam. Tipe ini adalah orang-orang yang akhlaknya buruk, karakternya tidak jujur, sering berbohong, tidak bisa dipercaya, mulutnya tidak terjaga, kuat ambisi pribadinya, mementingkan dirinya sendiri dll. Atau, atas nama agama dia mengekspresikan hawa nafsunya, kebenciannya pada orang atau kelompok lain, mengikuti nafsu permusuhan, rasa dendam dan melakukan kekerasan. Agama digunakan untuk merusak, menyakiti bahkan menghancurkan yang semuanya bertentangan dengan ajaran agama menurut pikirannya.
Misalnya, sekelompok orang memerangi orang lain yang tak bersalah, merusak barang dan benda, bahkan menghancurkan bangunan, menghancurkan sesuatu yang dianggapnya musuh padahal sebenarnya tak jelas apa dan siapa musuhnya itu. Ia semena-mena berbuat kerusakan mewakili persepsi dan hawa nafsunya sendiri. Lebih parah lagi, sambil berteriak “Allaahu Akbar!” Citra Islam jadi rusak oleh kelompok orang ini. Tuduhan “mabok agama,” tepatnya adalah pada orang-orang di kelompok ini. Ini adalah kelompok orang yang awam dalam ilmu agama tapi semangatnya terlalu besar sehingga tidak seimbang antara pengetahuannya dengan semangat atau ghirah-nya. Kata Ibnu Rusyd: “Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah sesuatu yang batil dengan agama.” Maka mereka akan mudah diprovokasi, dimanfaatkkan dan digerakkan.
Kedua, Pengalat Islam
Ini adalah kelompok orang yang menggunakan agama sebagai alat untuk memenuhi ambisi-ambisi pribadi atau kelompoknya. Seolah-olah aktifis organisasi Islam dan berjuang untuk Islam padahal berjuang untuk kepentingan diri atau kelompoknya. Ini adalah kelompok orang yang aktif di sebuah organisasi agama atau organisasi dakwah tapi sesungguhnya ia tak bermanfaat bagi organisasinya.
Misalnya, orang yang aktif dalam organisasi agama atau organisasi dakwah tapi ia hidup dari situ, menumpang hidup disitu dengan menikmati fasilitas dan aset organisasinya. Atas nama agama dia banyak kegiatan, banyak proyek dan banyak pemasukan. Tidak banyak ide dan tenaga dia sumbangkan untuk kemajuan organisasinya, apalagi agamanya, tapi fasilitas organisasi itulah yang banyak dia nikmati. Yang dia banggakan bukan seberapa banyak pikiran dan tenaga telah dia curahkan untuk organisasi agamanya dengan tulus ikhlas kalau perlu dengan mengeluarkan dana pribadi, melainkan seberapa banyak proyek telah dia ikuti dan dia nikmati yang memberikan keuntungan pribadi.
Ketika tidak mendapatkan apa-apa lagi, dia pun meninggalkan organisasi atau kelompoknya, karena dibawah sadarnya, sebenarnya dakwah dan agama bukanlah tujuan utamanya. Tujuan utamanya adalah mencari penghidupan, menitipkan dirinya dalam organisasi, mencari komunitas, kegiatan dan keuntungan. Seharusnya uang, kekayaan dan harta pribadi dikorbankan untuk agama dan perjuangan, ini sebaliknya, malah dia hidup dari kegiatan-kegiatan dakwah.
Contoh lain kelompok ini, orang yang menggunakan dukungan organisasi agama untuk kepentingan dirinya seperti karir, usaha, pengaruh dan jabatan. Organisasi Islam yang dia masuki, dia peralat sebagai kendaraan ambisi pribadinya. Kelompok ini juga adalah para pencari proyek kegiatan agama. Dia aktif dalam kegiatan-kegiatan yang “bernuansa agama” tapi itu karena dia digaji dan hidup dari situ, bahkan mungkin memakai kendaraan mewah hasil pemasukan dari organisasi atau komunitas agamanya. Kalau proyek itu tidak ada, dia pun enggan aktif di dalamnya.
Mungkin ada yang berapologi, dakwah dan berjuang kan perlu modal. Iya, tapi modal untuk kegiatan agama dan berjuang yang tak perlu mengharapkan income darinya. Seorang pejuang agama benar-benar dikatakan berjuang bila dari dana kegiatan organisasi Islamnya, atau dana dakwahnya, dia tidak mendapatkan keuntungan pribadi, malah kalau kurang dia tambah kekurangannya dengan uang dan hartanya sendiri. Kalau tidak punya uang dan materi, dengan tenaganya. Itulah mujahid sebenarnya seperti pada zaman Nabi dan para sahabat yang hartanya terkuras untuk berdakwah.
Ketiga, Pegangan Islam
Ini adalah kelompok orang yang seolah memperjuangkan Islam dan kebenaran, semangatnya ada tapi sebenarnya hanya dalam angan-angan saja, hanya dalam teori dan alam pikiran saja, dalam prakteknya ia tidak melakukan apa-apa dan tidak aktif dimana-mana. Pikirannya tidak ada yang memakai dan masukannya tidak didengar. Ia asyik saja dengan alam pikirannya sendiri. Bila berbicara tentang Islam seperti meyakinkan, pandai berargumen menunjukkan kritik dan ide-idenya. Tapi hanya sebatas kritik dan kemauan saja. Orang yang terpengaruh menjadi lebih baik olehnya tidak ada, organisasi yang menggunakan ide-idenya tidak ada, apalagi agama menjadi berwibawa oleh apa yang dilakukannya, juga tidak. Angan-angannya tentang keharusan Islam dan umatnya sangat tinggi, kenyataannya jangankan memperjuangan Islam, sikap hidup sehari-harinya saja banyak yang tidak memakai agama bahkan bertentangan dengan agama. Ia hanya senang berangan-angan saja, tapi kesadaran hidup yang benar berdasarkan agama tidak terlihat. Karenanya, dirinya pun tidak menjadi contoh dan inspirasi lingkungannya, malah banyak yang tak menyukainya bahkan memusuhinya. Mengapa? Karena orang begini, ketika mengejar keinginan tetap saja hawa nafsu yang menonjol. Tipe orang ini sering tidak nyambung antara angan-angannya dengan kenyataan hidup dirinya. Ucapannya di luar mungkin didengar, tapi tidak berpengaruh, istrinya pun membantah, anak-anaknya melawan. Tipe orang ini, hidup dalam alam pikirannya sendiri. Ciri yang menonjol tipe ini, hanya pandai berkata-kata dan berteori tapi tidak pandai berbuat.
Keempat, Pemegang Islam
Ini adalah tipe kelompok orang yang berusaha berjuang menjadikan Islam sebagai prinsip hidupnya, minimal buat dirinya sendiri. Ia disegani istrinya, dihormati anak-anaknya, kuat memegang prinsip, tertib beragama di rumah tangganya, memegang prinsip di kantornya dan di lingkungan sosial pergaulannya tanpa takut dijauhi dan dimusuhi. Inilah pemegang Islam. Ini adalah tipe kelompok orang yang lebih baik dari yang ketiga di atas. Ia menyadari memperjuangkan Islam itu berat, maka ia fokus pada dirinya saja. Mengamalkan ajaran Islam sekuatnya bagi dirinya sudah merupakan jihad yang berat. Maka, ia tidak banyak angan-angan untuk merubah orang lain, masyarakat apalagi memikirkan negara. Diri dan keluarganya benar-benar ia perhatikan. Ia takut banyak bicara keharusan ini-itu padahal keluarganya sendiri amburadul. Hubungan anak orang tua tidak harmonis. Ia sadar betul segala sesuatu harus dimulai dari dirinya sendiri. Banyak bicara keluar tapi tidak memperhatikan diri dan keluarganya tidak akan berdampak apa-apa. Dia tidak banyak mengkritik orang lain tapi kata-katanya menyentuh bahkan menyengat. Kalaupun mengkritik, ia arahkan pada situasi dan sistem, bukan pada individu. Ia sadar betul prinsip ‘ibda binnafsik.
Kelima, Pejuang Islam
Ini adalah tipe orang atau kelompok tertinggi dari semua di atas. Tipe kelompok ini sudah berusaha maksimal mewujudkan ajaran Islam buat dirinya sendiri dan keluarganya. Ia berusaha menjalankan semua perintah agama dengan taat, tertib, menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup di rumah tangganya. Sosoknya di rumah dirasakan sebagai figur, dihormati istrinya dan disegani anak-anaknya. Sakinah mawaddah warahmah berusaha ia wujudkan. Sikap hidup dan perhatiannya seimbang untuk dirinya, keluarganya dan orang lain. Istrinya menutup aurat dengan rapih, akhlak anak-anaknya bagus dan pergaulannya terjaga. Dan itu adalah hasil didikannya sendiri. Di luar rumah, ia pun sibuk dalam urusan-urusan agama tanpa berharap memperoleh keuntungan material dari kegiatan dakwahnya. Di organisasi Islamnya atau kelompok dakwahnya, sosoknya disegani, figurnya dihormati, pengaruhnya terasa dan jasanya diakui, minimal dalam kelompoknya. Keyakinan pada agamanya kuat sehingga tak ada ketakutan dan keraguan sedikitpun dalam memperjuangkan kebenaran. Tak takut oleh siapapun, termasuk oleh rezim politik, takutnya hanya kepada Allah saja. Sikap dan pendiriannya menjadi inspirasi dan contoh orang banyak. Ia banyak berkorban dengan ikhlas, hartanya ia korbankan untuk berdakwah. Inilah pejuang Islam yang benar. Disinilah para Nabi, para sahabat, para ulama dan para pejuang yang lurus dalam bimbingan Allah SWT dalam menegakkan agama dan kebenaran.
Refleksi
Pertanyaannya, bagaimana sikap terbaik mengetahui adanya lima kelompok seperti dalam kehidupan umat?
Bagi para aktifis organisasi Islam, pelaku dakwah atau merasa pejuang agama adalah merenung, untuk menghisab dirinya berada dimana. Tak perlu menilai kelompok lain, sebab kita juga belum tentu sudah benar.
Bila berada berada di tingkatan atau kelompok yang salah, segera menyadari dan memperbaiki. Bila merasa sudah berada di kelompok yang benar, bersyukur dan tetap berhati-hati menjaga diri agar selamat dari kesalahan tak sadar.
Bagi bukan aktifis ormas Islam dan bukan pelaku dakwah adalah menegur dan mengingatkan teman dan sahabatnya bila berada di kelompok yang salah. Bukan karena teman, salah benar dibela.
Bagi yang yang berminat aktif dalam organisasi Islam atau kelompok dakwah adalah berhati-hati agar tidak masuk atau menjadi kelompok yang buruk dalam kategori di atas.*** Wallahu a’lam.
Moeflich Hasbullah Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung
